Entah ini kemarau keberapa aku menunggumu dalam sepiku. Yang aku tahu,
matahari terus saja menyombongkan dirinya. Mungkin matahari ingin mencari
perhatian atau mungkin hujanlah yang ingin dirindukan? Ah! Biarkan ini jadi
perdebatan alam.
Yang aku tahu, perasaan ini merindukan air. Merindukan kamu. Aku menanti
hujan juga menanti kamu. Kembalilah, kembali saat kemarau ini, agar kita dapat
menunggu hujan bersama. Kembali, karena hujan menunggumu untuk meneteskan
airnya.
Aku kembali melihat ke luar melalui celah kecil jendela ini. Rupanya, ini
kebiasaanku akhir-akhir ini. Aku berharap akan ada kamu di sela hujan datang,
tapi hujan tak kunjung datang begitupun kamu.
Mawar yang kau berikan 2 bulan lalu, menjadi kering. Aku hanya melihatnya
saja dan tak pernah aku siramkan air padanya. Aku ingin mawar itu juga
merasakan apa yang aku rasakan, membutuhkan air tapi membutuhkan kamu itu
adalah bagiku.
Aku hanya melihat tanah kering menjerit. Aku tak bisa mendengar, karena
itu aku hanya bisa melihat. Bagaimana aku bisa melihat? Karena aku merasakan..
Kemarau ini,
aku tak bisa merasakan air menyentuh kulitku. Kering.. tersadar, kalau kau
tiada. Tuhan memberiku air mata untuk membasahi kulitku yang lama tak datang di
kemarau ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar