Rabu, 26 Maret 2014

Kau, imajinasiku :)

Mengapa kamu terlalu indah untuk aku pandangi setiap harinya?
Selalu menjadi imajinasiku?
Kamu menarik untuk aku tulis di setiap lembar hidup.
Aku berlebihan? Bukankah jatuh cinta itu menyenangkan?

Aku tak bisa menahan gejolak ini. Memandangi mu untuk waktu yang lama, menelaah setiap guratan senyum manismu dan tahi lalat di atas bibirmu mampu membuat aku sulit tertidur.
Ada apa dengan pikiran ku saat ini?
Setiap paginya, adalah kamu yang selalu menyeruput teh manis di kantin kampus. Memakai jeans belel dengan kaos hitam polos yang membuat mu semakin terlihat cuek. Aku suka dengan gaya itu.
Aku mengagumi untuk waktu yang lama..

Terlalu asik memandangi mu dari kejauhan, tak ada keberanian untuk mendekat. Jantung begitu sesak, tangan berkeringat dan entah apa lagi yang membuat aku bertahan untuk tetap memperhatikan mu dari sini, dari jauh..
Biarkan, kusimpan saja rasa ini. Ada hasrat untuk mengungkapkan, andai saja kamu melihat ku..
Ku takut cinta ku tertolak..

Tolong aku, aku terjerat akan pesona nya..
Atau, biarkan aku terjerat!!

Kau membuat ku tersenyum sendiri. Membuatku semakin sering berkaca, berdandan dan melakukan hal yang paling tidak suka aku lakukan.

  Di sini, tepat di perpustakaan, aku pertama kali melihat mata tajam mu sedang sibuk mencari buku. Aku ada di samping mu pada saat itu, sibuk juga, sibuk memperhatikanmu mengunyah permen karet. Sedikit terdengar musik rock dari headphone yang kau pakai. Aku  menikmati masa dimana aku mulai memperhatikanmu dari dekat. Dan itu awal bagaimana aku bertahan sampai saat ini hanya untuk mengagumi mu dari kejauhan :)


Untuk Ima.. Sahabatku..

   
   Untuk sahabatku, Ima di pelukan Tuhan.

Bagaimana kabarmu? Ingatkah dengan aku? Aku Riris, sahabatmu sewaktu kecil. Yang pernah sama-sama berkhayal menaiki pesawat bersama.
Apa yang bisa kamu lihat di surga sekarang? Indahkah? sama indah nya kah dengan teras rumah ku yang kita pakai untuk bernyanyi?
Tidak terasa waktu berjalan semakin cepat. Kurasa, jika kamu masih ada disini, kau sama cantiknya dengan ku.

Terima kasih atas boneka terakhir mu untukku, itu sangat lucu. Tulisan "Best friend" sangat membuat ku yakin, bahwa kamulah yang terbaik.
Masihkah ingat saat ayah ibu ku membelikan meja belajar untukku? Saat itu kamu mengelus rambutku, menyuruh ku rajin belajar.

Ima, kau yang terbaik!
Tuhan menyayangi mu dengan sepenuh hati Nya.

Masih teringat jelas dalam memori ku saat ini. Kita sama-sama belajar menaiki sepeda. Aku selalu terjatuh sampai memarahi sepeda. Tapi kamu menarik ku lalu mengajariku, padahal kamu sendiri pun masih terjatuh. Hingga akhirnya, kita sama-sama bisa bermain sepeda.
Aku rindu padamu..
Bolehkah aku menangis, Ima?
Bukan tak merelakanmu, hanya saja kenapa kita tidak bisa menghentikan waktu agar kita bisa bersama lebih lama?
Kenapa begitu cepat senyum itu memudar?
Bolehkah aku menangis?
Sambil memandang foto kita, yang sedang senyum dengan sepeda...

Senin, 24 Maret 2014

Kehilangan...

Pagi ini entah kenapa terasa sendu, matahari enggan menampakkan wajahnya di hadapanku. Bahkan teh manis buatan ibu cepat sekali mendingin.
Ku tengok ke arah luar lewat jendela kamar ku, hanya ada sepasang burung yang asik mengobrol, entah apa yang dibicarakan.
Akhir-akhir ini aku juga merasakan sendu. Merasakan kehilangan...

Hal yang terberat yang bisa diterima manusia adalah menerima sebuah kehilangan. Entah barang, bahkan kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupnya.
Sempat terlintas dalam pikiranku, kenapa manusia terlalu berlebihan dalam menghadapi situasi itu?
Rasa kehilangan memang aneh, lambat laun pikiranku berubah. Setelah merasakan hal itu.

     Segala sesuatu di dunia ini adalah milik Tuhan, tapi bisakah Tuhan tidak menghilangkan apapun dari diri kita?
Membiarkan segalanya hidup abadi, yang dalam kenyataannya segala sesuatu tak ada yang abadi. Atau setidaknya Tuhan tak membuat kita tua agar kita bisa menghentikan waktu.

Aku teramat sedih, dia tak mati meninggalkan ku. Hanya saja kenapa dia pergi begitu saja? Bukankah ini menyakitkan? 

Kamis, 06 Maret 2014

Menikah? hemmmmmm

Aku kembali menyeruput teh manis buatan ibu pagi ini. Sambil mendekati ku, ibu berbicara panjang lebar. Kuambil kesimpulan, ibu ingin sekali aku menikah. Ah!
Dia terus saja membahas itu, bahkan ketika aku sedang asik bercumbu dengan teh ini. Hati jengkel, tapi mau marah dia ibu ku.

Tak terbayangkan aku menikah, aku masih terlalu asik dengan menulis-membaca-menulis-membaca, sampai aku tak sadar mata ku terlalu lelah untuk sekedar melihat huruf-huruf berjejeran. Kupikir, dari pada harus melihat lelaki "zaman sekarang" yang memudar kadar kejantanan nya.
     Ibu memang hidup jauh sebelum aku seperti saat ini. Pikirnya, lelaki memang makhluk yang bisa diandalkan. Belum tahu saja lelaki zaman sekarang. Mulai berani memakai bedak dan lipgloss.
Ibuku pecinta drama Korea, pantas saja tidak asing melihat pemain bola Korea tak sengaja melunturkan bedaknya dengan keringat.

Seperti kebanyakan orang bilang, kriteria pria idaman ku terlalu tinggi. Haaaa hari gini makan cinta? Bisa dibeli noh di online shop. Batinku. Ngomong-ngomong, teh manis nya kok sedikit pahit ya?

       "Kangen pas kamu masih bayi. Lucu. Rambutnya jarang-jarang gitu. digendong." Ibuku berkata.
       "Teh nya tumben agak pahit ya? Ga asik.."
       "Kenapa hanya rasa manis saja yang kamu sukai? Kenapa tak bisa mencoba menerima rasa pahit? Atau setidaknya tidak mengeluh dengan rasa itu? Jelas ibu, senyum sesekali.
       "Yang aku tahu, teh manis ya manis bu."
       "Itu lah yang ada dipikiran mu, kamu terlalu menganggap bahwa pria adalah berengsek. Seterusnya seperti itu. Seandainya kamu bertemu dengan  pria berhati malaikat, tetap saja kamu akan memandangnya sebagai iblis."
       "Pria dan teh berbeda, Bu. Pria tidak akan bisa melebur dan menyenangkan pagi ku." Jawabku sambil melanjutkan membaca.
       "Setidaknya, pahit di teh pagi ini tidak akan membuat mu bosan meminum teh buatan ibu kan?"
       "Apa yang dikatakan ayah sebelum meninggal mampu membuat ibu perlahan memaksa ku untuk menikah?" Tanya ku serius.
       "Bukan itu, hanya saja.. Percaya lah pada ibu, ayah mu bukan lelaki terbaik terakhir yang ada di dunia ini. Cobalah untuk bergaul, walau kadang akhirnya terasa pahit."
       "Tidak kah membicarakan pria, cinta dan menikah itu membosankan? Haaa aku capek bu.."
       "Kamu harus bisa membuka hati mu perlahan. Sedikit saja, agar angin yang masuk tidak terlalu banyak.. Agar angin itu hanya bersifat menyejukkan."
       "Bagaimana bisa, teh menjalar kepada pria dan sekarang angin?"
       "Itu saling berhubungan. Kamu suka membaca buku, pintar. Ibu yakin pria mana yang akan menolak membuatkan teh untuk menyenangkan pagi mu dan rela menjadi angin untuk menyejukkan mu?"
       "Itukah pria sekarang?" Tanya ku sambil seraya pergi.

   Di kamar, aku berpikir jutaan kali. Tidak, hanya 15 menit.
  Apa yang dikatakan ibu benar? Tidak tidak.. dia hanya memaksa.
  Ku ambil handphone, mengetik sms pada pria yang kusukai diam-diam selama 3 tahun.
  "Mau kah kamu menikah denganku? Aku suka cara mu membuatkan ku teh saat di cafe itu."



*Ini bukan cerita asli dan pribadi kok, nyokap masih santai :) cuma fiktif gitu deh heheh


Kenapa?


    Kenapa kamu semakin menarik untuk ku tulis? 
    Padahal banyak sekali yang bisa aku tulis dari apa yang aku jumpai setiap harinya. Hanya saja, wajah itu, senyum itu dan seluruh tentang mu yang paling menarik untuk ku perhatikan.

    Kenapa kamu selalu muncul di pikiran ku?
    Bukan menyaingi kehebatan Tuhan di pikiran dan hati ku, hanya saja selalu ada kamu.. Sikap dingin mu, dan entah kenapa aku selalu suka dengan cara berjalan mu..

Untukmu, adakah tempat yang bisa aku singgahi di sela hatimu? 
Lupakan, itu hanya bentuk pengharapan..

Malam ini, entah.. apakah aku bisa menahan air mata ini atau tidak..
Rasanya ada sesak di dada. Sakit sekali, 
Aku tidak akan mati malam ini, bukan?
Kamu, salah satu alasan untuk ku bertahan hidup.
Semoga, secepatnya kamu bisa tahu..

    Ini adalah tindakan ku yang bodoh. Menahan perasaan, hingga kadang dada terasa sakit, air mata jatuh terlalu sering. Aku tahu bukan maksud mu menyakiti ku. Tapi bisakah tak memegang tangan wanita itu di depan mataku? Bisakah kamu menahan waktu agar tak cepat berlalu? Agar aku bisa menikmati senyum indah itu lebih lama? Agar aku bisa menahan kamu disini.. Bersama ku.

    Kenapa kau begitu mengagumkan?
    Kenapa kau tidak tahu, sebentar lagi aku akan mati?
    Tapi, aku mohon.. Waktu biar ku perlambat saja.. Biarkan aku memegang, menggandeng tangan mu.. Hanya itu..