Kamis, 06 Maret 2014

Menikah? hemmmmmm

Aku kembali menyeruput teh manis buatan ibu pagi ini. Sambil mendekati ku, ibu berbicara panjang lebar. Kuambil kesimpulan, ibu ingin sekali aku menikah. Ah!
Dia terus saja membahas itu, bahkan ketika aku sedang asik bercumbu dengan teh ini. Hati jengkel, tapi mau marah dia ibu ku.

Tak terbayangkan aku menikah, aku masih terlalu asik dengan menulis-membaca-menulis-membaca, sampai aku tak sadar mata ku terlalu lelah untuk sekedar melihat huruf-huruf berjejeran. Kupikir, dari pada harus melihat lelaki "zaman sekarang" yang memudar kadar kejantanan nya.
     Ibu memang hidup jauh sebelum aku seperti saat ini. Pikirnya, lelaki memang makhluk yang bisa diandalkan. Belum tahu saja lelaki zaman sekarang. Mulai berani memakai bedak dan lipgloss.
Ibuku pecinta drama Korea, pantas saja tidak asing melihat pemain bola Korea tak sengaja melunturkan bedaknya dengan keringat.

Seperti kebanyakan orang bilang, kriteria pria idaman ku terlalu tinggi. Haaaa hari gini makan cinta? Bisa dibeli noh di online shop. Batinku. Ngomong-ngomong, teh manis nya kok sedikit pahit ya?

       "Kangen pas kamu masih bayi. Lucu. Rambutnya jarang-jarang gitu. digendong." Ibuku berkata.
       "Teh nya tumben agak pahit ya? Ga asik.."
       "Kenapa hanya rasa manis saja yang kamu sukai? Kenapa tak bisa mencoba menerima rasa pahit? Atau setidaknya tidak mengeluh dengan rasa itu? Jelas ibu, senyum sesekali.
       "Yang aku tahu, teh manis ya manis bu."
       "Itu lah yang ada dipikiran mu, kamu terlalu menganggap bahwa pria adalah berengsek. Seterusnya seperti itu. Seandainya kamu bertemu dengan  pria berhati malaikat, tetap saja kamu akan memandangnya sebagai iblis."
       "Pria dan teh berbeda, Bu. Pria tidak akan bisa melebur dan menyenangkan pagi ku." Jawabku sambil melanjutkan membaca.
       "Setidaknya, pahit di teh pagi ini tidak akan membuat mu bosan meminum teh buatan ibu kan?"
       "Apa yang dikatakan ayah sebelum meninggal mampu membuat ibu perlahan memaksa ku untuk menikah?" Tanya ku serius.
       "Bukan itu, hanya saja.. Percaya lah pada ibu, ayah mu bukan lelaki terbaik terakhir yang ada di dunia ini. Cobalah untuk bergaul, walau kadang akhirnya terasa pahit."
       "Tidak kah membicarakan pria, cinta dan menikah itu membosankan? Haaa aku capek bu.."
       "Kamu harus bisa membuka hati mu perlahan. Sedikit saja, agar angin yang masuk tidak terlalu banyak.. Agar angin itu hanya bersifat menyejukkan."
       "Bagaimana bisa, teh menjalar kepada pria dan sekarang angin?"
       "Itu saling berhubungan. Kamu suka membaca buku, pintar. Ibu yakin pria mana yang akan menolak membuatkan teh untuk menyenangkan pagi mu dan rela menjadi angin untuk menyejukkan mu?"
       "Itukah pria sekarang?" Tanya ku sambil seraya pergi.

   Di kamar, aku berpikir jutaan kali. Tidak, hanya 15 menit.
  Apa yang dikatakan ibu benar? Tidak tidak.. dia hanya memaksa.
  Ku ambil handphone, mengetik sms pada pria yang kusukai diam-diam selama 3 tahun.
  "Mau kah kamu menikah denganku? Aku suka cara mu membuatkan ku teh saat di cafe itu."



*Ini bukan cerita asli dan pribadi kok, nyokap masih santai :) cuma fiktif gitu deh heheh


1 komentar:

  1. Good..Yuk Promosikan blog kamu dan buat konten menarik di Tanyain.com ^^

    BalasHapus