Sabtu, 20 Oktober 2012

Surat cinta pertama...



Aku membuka mataku secara perlahan, sinar mentari mulai malu-malu menunjukan dirinya. Aku enggan beranjak dari tidurku, ini terlalu pagi untuk aku memulai kehidupan. Bicara soal kehidupan, aku tak tahu banyak karena sekarang aku masih duduk di bangku SD kelas 5. Ironis..
Untung saja ini hari minggu, aku tak perlu mandi sepagi ini kan? Tapi, aku baru teringat akan janjiku pada teman-teman! Ya! Bermain bersama. Terlalu pagi memang, tapi itulah kebiasaan kami berempat. Aku, Neng, Hilmi, dan Agus. Kami sering melakukan jalan bersama setiap minggu pagi. Bagiku, pagi adalah suci.. Tanpa polusi..
Pagi ini entah bagaimana terasa dingin sekali, jadi aku urungkan niat untuk mandi. Ya, sekedar cuci muka dan sikat gigi saja wajahku masih terlihat cantik hihi. Mempersiapkan diri secantik mungkin jadi rutinitasku setiap akan bertemu Agus. Ehemm!! Seperti yang teman-temanku katakan, dia menyukaiku. Sebenarnya, akupun menyukainya tapi.. aku malu mengungkapkannya dan berlaga kalau aku membencinya. Biarlah ini menjadi rahasia antara aku dan kamu J
Memang terlihat aneh, bukan? Anak seusia aku sudah mulai mengerti artinya mengagumi. Yang aku tahu, kita tak bisa mengatur kepada siapa perasaan ini akan kita berikan. Biarlah Tuhan yang mengaturnya, semoga pada orang yang tepat.
Aku melangkahkan kaki keluar rumah untuk menuggu kedua temanku datang yaitu Neng dan Hilmi. Rumah kami berdekatan, jadi jalan pun tak masalah. Sebelumnya, aku sudah berpamitan pada ibuku, kebetulan ayah sudah pergi ke pasar pagi-pagi buta. Tak lupa juga uang untuk bekal beli jajan, maklum kan anak SD.
Aku berkhayal akan bertemu Agus nanti. Rasanya grogi, jantungku berdebar kencang. Aneh, aku memang benar menyukainya. Lamunanku buyar ketika Neng dan Hilmi berteriak kencang memanggil namaku, mungkin sebagian orang ada yang terbangun akibat ulah mereka. Aku hanya tertawa kecil..
“Nyamper Agus kan nanti?” Tanyaku sumringah.
“Ya iya lah kan udah biasanya gitu kali.” Jawab Neng ketus, mungkin karena aku cuekin tadi.
Rumah Agus memang tak berdekatan dengan kami bertiga, ya hanya lima menit dari rumahku. Entah kenapa aku semangat sekali bertemu dengan Agus. Tak terasa kami sudah tepat di depan rumahnya. Kulihat dinding samping rumahnya bertuliskan huruf “R", teman-temannya bilang, Agus yang menuliskan itu yang berarti, Riris.. Apa iya? Aku mulai malu tak karuan.
“Agus, agus”. Kugetarkan suara merduku untuk memanggil sang pujaan hati.
Hilmi dan Neng hanya bingung melihat tingkah polaku yang tak biasa ini. Mengertilah teman, aku ini sedang jatuh cinta hihi.. Rupanya tak ada jawaban dari dalam rumah Agus. Tapi, tiba-tiba keluarlah Ibunya Agus. Wow, calon mertua..
“Agusnya lagi sakit tuh, jadi ga bisa ikutan.” Katanya lembut. Menenangkan..
“Oh, yaudah Bu, makasih ya. Assalamualaikum..” Jawab Neng sambil sesekali melirik kearah ku.
Aku tertunduk lemas. Sejujurnya bukan cemas karena Agus sakit, tapi karena aku tak bisa bertemu dengannya. Percuma aku pakai seluruh jepit rambut yang kemarin aku beli ini. Aku tak bisa menyembunyikan rona wajahku yang kecewa ini. Tapi, untunglah Neng dan Hilmi dapat menetralisir keadaan kacau-balauku ini hihi terima kasih, teman..
Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan  menuju Alun-alun Kabupaten Indramayu. Kami tertawa, mengobrol seperti biasa. Tapi kali ini, Hilmi membawa sepasang raket badminton. Jadi kami bisa bermain. Aku yang paling jago bermain olahraga ini mampu ditaklukan Hilmi. Menyedihkan..
Tak terasa sudah 2 jam kami bermain-main disini, memang tak terasa jika waktu kita nikmati dengan senyuman dan gelak tawa J. Sebenarnya, aku masih ingin bermain tapi, apa daya kulihat kedua temanku sudah lelah, jadi kami memutuskan untuk pulang.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat melelahkan dengan berjalan kaki, kami pun sampai di rumah masing-masing.
“Assalamualaikum”. Salamku pada seisi rumah.
“Waalaikumsalam”. Adikku menjawab. Sepertinya ibu seang mencuci di belakang, jadi dia tak tahu akan kedatanganku.
Aku menuju kamar dan merebahkan diri di kasur, nikmat sekali.. aku menyalakan kipas angin dan mencoba untuk tidur kembali walau badan penuh dengan keringat. Aku hampir terlelap, terlelap, terlelap dan..
“Riris…”. Terdengar suara laki-laki dari luar rumah.
Aku langsung keluar, mungkin saja Agus. Terlalu berharap yah? Rasa kecewapun hadir kembali saat yang kulihat adalah Iis,  teman sekelasku. Aku bingung kenapa dia datang ke rumahku? Tapi dia hanya diam saja sambil memberikan sepucuk amplop berwarna merah muda lalu pergi. Apa ini?
Buru-buru aku menuju kamarku, dan perlahan kubuka amplop yang berisi amplop tersebut. Ya Allah! Ini dari Agus! Hatiku rasanya tak karuan, jantungpun rasanya ingin berhenti berdetak. Aku mulai membuka isi surat itu..
Untuk Riris, di villa penantian..
To the point aja ya ris. Saya tuh suka kamu pas pertama ngelihat kamu. Senyum kamu bagai bidadari, wajah kamu juga manis. Saya suka kamu. Mau gak kamu jadi pacar saya? Saya tunggu balasan surat dari kamu ya..

Agus..
Ya Allah aku tak tahu harus menjawab apa. Ini pertama kalinya aku mendapat surat cinta. Ya! Surat cinta!! Mungkin agus tak mau bertemu ku tadi pagi karena malu dan memberiku surat cinta ini. Ya Allah aku ingin menangis. Berlebihan..
Esok harinya di sekolah. Aku malu untuk bertemu Agus, mungkin Aguspun akan begitu. Sejujurnya, hari ini aku akan memberikan balasan suratku padanya. Tapi entah mengapa, menatap matanya pun aku tak berani. Surat ini sudah aku persiapkan tadi malam, entah ini surat keberapa yang aku buat. Karena, sejujurnya aku tak bisa berpuitis.

Buat : Agus
Dari : Riris
Maaf ya, Gus. Kita kan masih kecil. Jadi, kita fokus saja untuk sekolah. Lagian kan bentar lagi ulangan umum jadi kita harus belajar. Maaf yah.. mungkin nant saja kalau kita udah lulus SD yah J
Aku beniat untuk memberikan surat ini seusai pulang sekolah. Di kelas, tak banyak yang tahu Agus mengirimkan surat cintnya padaku. Dan aku selalu saja masih berpura-pura berlaga membencinya dan kadang selalu sok jual mahal. Di kelas, Agus adalah laki-laki idaman. Teman-teman perempuanku tak malu-malu untuk mendekatkan diri padanya, kecuali aku!! Aku tak mau seperti mereka, berlebihan…
Kali ini, sekolah pulang agak cepat karena guru-guru akan bersiap untuk rapat. Aku akan memberikan surat ini jika Agus sendiri. Tapi, Agus malah asik-asikan dengan teman-teman perempuan di kelas kami. Aku ingin mendekatinya, tapi malu. Lagi pula, saat di kelas dia tidak menunjukan tingkah yang spesial kepadaku, aku jadi ragu apa benar itu surat dari Agus?
Aku memutuskan untuk pulang saja, mungkin lain kali saja aku berikan surat balasan ini. Aku berjalan pulang sendirian, kebetulan teman sebangku ku sakit. aku terus saja berfikir, apa aku harus memberikannya? Aku terhenti di temptt duduk tak jauh dari sekolahku berada. Tanpa berfikir panjang, aku robek kertas itu dan membuangnya. Tak penting juga aku membalasnya, lagipula akan menurunkan imageku. Karena yang teman-teman tahu, aku itu membenci        Agus.
Tingkat kegengsianku memanglah tinggi. Mungkin teman-temanku tahu kalau aku menyukai Agus tapi, aku sekuat tenaga untuk meyakinkan mereka bahwa aku membenci Agus.
Sampai ulangan umum kenaikan kelas usai, aku tak pernah memberikan balasan surat cintaku pada Agus. Bahkan, aku terlihat tidak menyukainya. Padahal, aku amat mengaguminya. Lagi-lagi, ini karena tingkat keegoisanku yang tinggi.
Kelas 6 kami lalui dengan cepat, serasa.. tak terasa, hari ini adalah hari perpisahan sekolah kami. Sedih harus meninggalkan teman-teman dan sekolah ini. Terutama, Agus.. aku melihatnya dengan agak lama sampai aku mengalihkan pandanganku saat Agus membalas pandanganku.
Aku dan beberapa temanku memainkan angklung sambil bernyanyi, tak terasa air mata jatuh begitu saja. Aku benci akan perpisahan, tapi itu adalah sesuatu yang tak bisa kita hindarkan. Dan hari ini berlalu dengan tangisan..
Sekarang, kami buakn lagi anak SD. Ini hari ke-4 setelah acara perpisahan itu terjadi. Aku bertekad, hari ini akan pergi ke rumah Agus dan menyatakan cinta. Sebelumnya, aku sudah mengumpulkan segala keberanian untuk hal ini.
Bersama Neng, aku menuju rumah Agus dengan semangat. Hatiku berdebar, surat cintaku ini sudah rapih terlipat.
“Assalamualaikum, Agus,,”. Sapaku lembut dan kuulangi berkali-kali karena tak ada jawaban.
Tiba-tiba seorang perempuan yang juga tetangganya menghampiri kami berdua,
“Cari Agus yah?”. Tanyanya.
“Iya, tahu Agus kemana gak, Bu?”
“Udah pindah waktu kemarin, katanya ke Subang.”. Jawabnya sambil berlalu karena anaknya merengek.
Deg! Hatiku remuk! Bagaimana bisa Agus pindah tanpa memberitahuku? Aku baru saja akan membalas suratnya, surat yang aku persiapkan hampir setahun ini. Aku meneteskan air mata, Neng hanya mengelus punggungku.. ini surat yang pertama aku terima..
Kalau mengingat hal itu, hatiku masih terasa sedih..
Aku menuliskan puisi untuknya setelah dia pergi..


Surat Cinta lama

Mataku tak bisa kualihkan
Dari selembar kertas usang
Berwarna merah muda memudar
Itu surat yang pertama kali aku terima
Saat aku masih terlalu muda untuk mengenal cinta
Sejujurnya, aku malu menerimannya
Tapi, apa daya

Sejenak ku bertanya
“Dimana dia sekarang?”
Aku ingin bertemu dengannya
Dan ucapkan cinta padanya



(cerpen ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar